Penyuluhan Dampak Lama Waktu Membatik Dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) di Kampoeng Batik Laweyan

Penyuluhan Dampak Lama Waktu Membatik Dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) di Kampoeng Batik Laweyan

Pada hari Sabtu, 19 September 2020 Research Group Neurology Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret melakukan kegiatan pengabdian masyarakat mengenai dampak lama waktu membatik dengan kejadian Carpal Tunner Syndrome (CTS) di Kampoeng Batik Laweyan. Kegiatan ini dihadiri oleh tim pengabdian masyarakat yang diwakili oleh Dr. dr. Diah Kurnia Mirawati, Sp.S(K).; dr. Pepi Budianto, Sp.S(K)., FINR., FINA.; dr. R. Aj. Hanindia Riani Prabaningtyas, Sp.N.; dr. Wahyu Agung Susilo; dr. Novian Anindito Santoso; dr. Stefanus Erdana Putra; dan dr. Muhammad Hafizhan. CTS dapat terjadi baik pada kalangan masyarakat umum maupun pekerja industri. Prevalensinya sekitar 50 kasus per 1.000 subjek pada populasi umum. National Health Interview Study (NHIS) memperkirakan prevalensi CTS adalah 1,55%. Sebagai salah satu dari tiga kelompok penyakit Cumulative Trauma Disorder (CTD) yang paling umum pada anggota gerak atas, prevalensi global CTS pada tahun 2012 adalah 40% (Setyawan, 2017).


Laporan International Labor Organization (ILO) menunjukkan bahwa CTS hampir selalu ditemukan di setiap kasus penyakit akibat kerja di beberapa negara. Pada tahun 2010 terjadi peningkatan jumlah kasus CTS akibat kerja sekitar 30% dibandingkan tahun 2001 (International Labor Organization, 2013). Prevalensi kejadian CTS pada tenaga kerja di Indonesia belum dapat diketahui karena belum dilakukan survei terhadap topik ini. Namun, sebuah penelitian nasional yang dilakukan pada populasi pekerja berisiko tinggi dengan gerakan repetitif di pergelangan tangan, melaporkan prevalensi CTS 5,6% hingga 15% (Hakim dan Tjandra, 2016). Tingginya angka prevalensi ini tentunya diikuti dengan biaya yang tinggi untuk perawatan medis, rehabilitasi, kompensasi hilangnya jam kerja, biaya pensiun awal, juga pelatihan tenaga kerja baru, sehingga menjadikan CTS sebagai salah satu masalah utama di bidang ketenagakerjaan (Kurniawan dkk., 2008).



Industri batik yang ada di kota Surakarta mampu menyerap banyak tenaga kerja di masyarakat. Hal tersebut terlihat dari adanya beberapa pasar yang menjual batik, toko, ataupun destinasi wisata seperti Kampung Batik yang di dalamnya terdapat pabrik pembuatan batik. Pembuatan batik sendiri dibagi menjadi dua metode, yaitu industri batik yang menggunakan metode cap dan metode tulis. Keduanya memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing (Harlukinita dkk., 2014). Pada pengerjaan batik tulis, proses produksi masih menggunakan alat tradisional yang disebut dengan canting. Proses pengerjaan batik tulis sendiri mirip dengan proses melukis, di mana kanvasnya adalah kain serta kuasnya adalah canting. Proses pengerjaan batik tulis memakan waktu yang lebih lama bila dibandingkan dengan batik cap. Hal tersebut bergantung pada tingkat kerumitan motif yang ada. Hal inilah yang sering mengakibatkan beberapa pekerja memiliki keluhan seperti kebas di telapak tangan ataupun mengeluhkan nyeri pada telapak tangan (Harlukinita dkk., 2014).


Subjek pada kegiatan pemberdayaan dan pengabdian masyarakat ini adalah pengrajin batik tulis yang ada di Kampoeng Batik Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Kawasan pusat batik tertua di Surakarta ini telah berdiri sejak 500 tahun yang lalu dan menjadi saksi bisu perjuangan pergerakan nasional bangsa Indonesia pada saat berdirinya Sarikat Dagang Islam oleh Haji Samanhudi di tahun 1912. Hingga saat ini 250 motif batik khas Kampoeng Batik Laweyan telah dipatenkan (Harlukinita dkk., 2014). Forum Kampoeng Batik Laweyan terbentuk melalui kerja sama lebih dari 50 gerai yang masing-masing memiliki 1-3 orang pengrajin batik. Keadaan profil pengrajin di Kampoeng Batik Laweyan sangat heterogen baik ditinjau dari segi usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, domisili, lama masa kerja, dan riwayat penyakit sebelumnya. Fokus dalam kegiatan ini adalah berusaha meningkatkan kesadaran dan pemahaman para pengrajin batik terkait dampak lama masa kerja sebagai pembatik serta pencegahan kejadian CTS.



Upaya untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh para pengrajin batik yaitu dengan penyuluhan tentang dampak posisi yang tidak ergonomis dalam jangka waktu yang lama dan pencegahan CTS dengan metode pendekatan sebagai berikut:

  • Koordinasi dengan pengurus forum Kampoeng Batik Laweyan dan pemetaan terhadap pembatik - Peneliti berkoordinasi dengan pengurus dan mendata jumlah pengrajin batik, jenis kelamin, umur, dan lama masa kerja sebagai pembatik
  • Melakukan pemeriksaan elektromiografi (EMG) gratis pada pengrajin batik - Dari sekitar 58 pengrajin batik yang telah didata, dipilih 30 orang secara acak untuk menjalani pemeriksaan EMG gratis sebagai dasar diagnosis tingkat keparahan CTS. Sebelum dilakukan pemeriksaan, peneliti juga melakukan wawancara singkat tentang frekuensi gerakan repetitif pada pergelangan tangan dan riwayat penyakit pengrajin batik sebelumnya. Riwayat penyakit yang ditanyakan meliputi riwayat kehamilan, diabetes mellitus, rheumatoid arthritis, tumor di pergelangan tangan, obesitas, dan riwayat trauma di pergelangan tangan.
  • Melakukan analisa hasil pemeriksaan & Melakukan diseminasi hasil dengan pendidikan masyarakat - Penyuluhan dilakukan dengan cara menjelaskan hasil pemeriksaan EMG sebelumnya, dampak negatif yang ditimbulkan dari gerakan tangan repetitif yang tidak ergonomis dan dilakukan dalam jangka waktu yang panjang oleh para pengrajin batik, diskusi dan tanya jawab, serta edukasi posisi kerja yang ergonomis dalam membatik
  • Partisipasi mitra - Para pengrajin batik berperan aktif dalam diskusi materi dan sangat antusias untuk mempraktekkan posisi kerja yang ergonomis dan terbentuk tim edukasi dari para pengrajin untuk melakukan sosialisasi lanjutan kepada pengrajin batik yang belum hadir dalam penyuluhan.
  • Evaluasi - Sebelum pelaksanaan kegiatan dilakukan pretest tentang pengetahuan umum pengrajin terkait CTS dan posisi ergonomis dalam membatik dan setelah kegiatan dilakukan posttest terhadap pemahaman materi yang telah disampaikan.

Hasil evaluasi menunjukkan peningkatan pemahaman dan kesadaran pengrajin batik terkait pentingnya posisi ergonomis pada pembatik yang bekerja dalam waktu yang lama sebagai salah satu upaya pencegahan CTS dibandingkan sebelum diberikan penyuluhan.